Kisah nyata bertemu dhanyang desa

berbincang dengan dhanyang penunggu daerah pada waktu siang hariĀ 

 

Mahluk supranatural yang menjaga suatu tempat dan membawahi banyak mahluk supranatural lain yang kekuatan dan eksistensinya dibawah danyang itu sendiri, wujud dhanyang sendiri berbeda beda dari yang berwujud manusia hingga yang binatang atau manusia setengah binatang dan bernama dhanyang.

Dhanyang atau dhahiang (baureksa) adalah sosok penunggu sebuah lokasi (bisa desa, hutan, pemukiman warga yang lebih besar atau gunung dan lain lainya) dipercaya sudah ada terlebih dahulu jauh jauh hari sebelum adanya pedesaan atau penduduk, tugas dhanyang sendiri adalah menjaga tempat ia ada beserta isinya.
Dhanyang sangat dihormati oleh penduduk yang dijaganya hingga pada jaman dahulu sampai sekarang masih sering terjadi pemberian sesaji kepada dhanyang meskipun itu bisa menjadikan sebuah tindakan yang keliru, sebab sesajen dan rasa syukur adalah milik Tuhan sedang posisi dhanyang adlaah mahluk yang mendapatkan posisi sebagai pengayom ditempat ia ada.

 

Bertemu dhanyang mahluk supranatural

Kisah ini mataketiga alami sendiri sewaktu menempati rumah baru yang berada di Ponorogo yang lokasi tepatnya berada disebuah perbukitan kaki gunung wilis, tempatnya yang masih dikelilingi hutan jadi sangat nyaman akan tetapi jika malam hari saya hanya tinggal sendirian kecuali jika ada para tukang menginap di rumah yang mereka bangun.
Namun saya bertemu mahluk supranatural ini bukanlah malam hari akan tetapi pada siang hari dimana banyak pekerja juga beristirahat didepan rumah yang mataketiga tempati, maka itu menjadi sebuah kejadian yang benar benar diluar nalar dimana biasnaya mahluk supranatural hanya muncul pada malam hari.

 

Hari pertemuan dengan mahluk supranatural

mahluk supranatural
lokasi perumahan mataketiga dilihat dari atas

Hari itu kalau tidak salah haru rabu pada tahun 2017 dan agak lupa tanggalnya namun mataketiga ingat benar waktu itu sekitar pukul 10 pagi menjelang siang, para tukang sedang bergantian istirahat didepan rumah mataketiga yang kebetulan juga sedang santai mendengarkan musik musik rock semacam rancid, sex pistol dan the clash.
Saat ingin menemui para tukang seperti kebiasaan sehari hari dan mengobrol dan mataketiga duduk disamping gebrang rumah tiba tiba tertarik melihat kearah bawah ujung perumahan yang maish batuan terjal, disana terlihat sesosok orang tua yang berjalan gemetaran, bongkok dan mengandalkan tongkat dari kayu berwarna hitam menapaki jalan bebatuan dan tanah liat.

Terpaku melihat sosok tua tersebut semakin mendekat kepada kami yang ngobrol didepan rumah tau tau saja sosok itu sudah didekat mataketiga dan mengajak bersalaman, sekilas heran namun melihat sosoknya yang tua dan ternyata laki laki akhirnya mataketiga mengabaikan rasa penasaran bagaimana orang tua seperti itu bisa sangat cepat berada didepan mataketiga.
Padahal jarak ujung perumahan dan rumah mataketiga lumayan jauh dan kondisinya naik serta jalan yang tidak rata jika dari bawah karena banyak batuan besar, dengan agak gemetaran orang tua tersebut mulai membuka percakapan.

orang tua : pangestu (sapaan khas ponorogo)

mataketiga : tersenyum (seharusnya dijawabnya wilujeng)

orang tua : orang baru mas disini, aslinya mana lho?

mataketiga : iya pak, saya sendiri aslinya jogja, tinggal disini sama istri (lalu mataketiga memanggil istri agar keluar rumah dan ngobrol bareng bapak tua tersebut karena untuk menghormati serta bersosial dengan tetangga, akhirnya istri saya ikut menemani kami ngobrol panjang lebar).

orang tua : kalian harus tau disini dulu sebelum ada perumahan ada dua rumah diujung sana itu (menunjuk ujung perumahan/hutan jati), rumahs atunya penghuninya baik dan rumah satunya lagi agak galak orangnya sambil menunjuk arah arahnya, tapi sekarang sudah nggaka da lagi karena sudah ada perumahan ini.

mataketiga : oh jadi dulu ada rumah ya (sambil memandang istri seolah olah kami sama sama berpikiran bukanya dulu hutan jati lebat dan tidak ada ruamh warga disitu)

orang tua : kalian juga seharusnya ziarah ketempatnya Panembahan Ki Ageng Kutu sebelum ziarah ke petilsan petilsan dan pemuka Ponorogo lainya, tenang saja sekarang disini sudah aman kok nak, kalian bisa hidup dengan damai disini.

Ngobrol punya ngobrol tak terasa sudah semakin panas dan akhirnya orang tua tadi pamit mau berjalan pulang ke desa atas seberang jalan perumahan, setelah pamitan dan bersalaman akhirnya bapak tua tadi mengenakan sendalnya dan berjalan lagi dengan gemetaran ditumpu tongkat berwarna hitam.

bersambung ke halaman 2