Sejarah Doa dan Mantra Mantra Orang Jawa
Mantra Jawa kuno |apakah kita juga tau bahwa sejarah masyarakat Jawa kuno sangat kental dengan mistis, yang mengenal dan membuat cara cara tersendiri untuk menolak hal hal buruk, setan, hantu dan roh roh jahat.
Serta menolak bala dengan membaca mantra mantra khusus, dan terus berkembang seiring jaman serta berkembang dalam budaya masyarakat hingga sekarang meski berubah atau mengalami perubahan sedikit ataupun banyak.
Serta menolak bala dengan membaca mantra mantra khusus, dan terus berkembang seiring jaman serta berkembang dalam budaya masyarakat hingga sekarang meski berubah atau mengalami perubahan sedikit ataupun banyak.
Mantra Jawa kuno
Menurut kamus bahasa Indonesia mantara diartikan sebagai berikut
mantra/man·tra/ n 1 perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya): upacara itu dimulai dengan pembacaan –; 2 susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain;
— kejahatan mantra perbuatan jahat;
— keselamatan mantra untuk menjaga diri dari bahaya;
— penawar mantra pengobatan;
— pitanggang mantra yang menyebabkan perempuan tidak suka kepada pria atau tidak menikah seumur hidup karena tidak ada laki-laki yang mencintainya.
memantrai/me·man·trai/ v mengenakan mantra pada: setelah dukun -nya, ia roboh tidak sadarkan diri, memantrakan/me·man·tra·kan/ v membacakan mantra untuk: pedanda – abu dan tulang-tulang itu -KBBI
Dibarengi membakar kemenyan atau menabur bunga dan membaca mantra serta doa secara diam diam, lirih atau membacanya dalam hati sepenuh niat.
Hitunganya secara berulang ulang baik tiga kali atau tujuh kali dan hitungan lainya semua itu ditujukan agar menjaga kesakralan, kemistisan dari mantra yang dibaca sepenuh niat.

Jenis jenis mantra
Dalam sejarah doa dan mantra mantra orang Jawa yang sering diucapkan dan digunakan waktu itu ada tiga jenis yaitu:
- Panulahan atau disebut juga paneluhan yaitu doa dan mantra untuk menolak kehadiran dan gangguan buruk dari pengaruh setan, hantu gentayangan, roh jahat dan kadang juga digunakan sebagai pemanggil untuk niat niat khusus kepada roh roh yang diyakini baik.
- Jampe atau mungkin bisa disebut sebagai jampi, adalah mantra mantra khusus yang ditujukan untuk manusia, binatang tetumbuhan, hujan, mendung, angin, air dan elemen elemen alam yang dapat dirasakan dan dilihat oleh indera fisik.
- Rajah ataupun doa doa yang berbentuk sebuah cerita tentang raja raja, pangeran dan tokoh tokoh besar, kadangpula berbentuk pantun, syair dan diyakini mampu menolak bala.
Mantra kuno tolak bala
Memakai mantra khusus dengan tujuan untuk membuat senang, tenang dan bersahabat dengan sosok dhanyang desa pada masa lalu, maka masyarakat selalu membakar kemenyan, mengucap doa.
Tentu dengan hitungan yang biasanya bersifat ganjil dan doa tersebut adalah (…. adalah kata yang dihilangkan karena sifatnya artikel ini adalah informasi dan pengetahuan bukan untuk mengajarkan ulang) :
“Bhutara lungguh ing sela, butarati lungguh ing bumi ….. kun dhanyang genderuwa, ulun ing bumi jaya srenggara retuning dhanyang, dhanyang tuwa, kan bebuyut”
Mantra saat merantau
Lalu ketika seseorang ingin berpergian jauh baik antar desa maupun menyeberang pulau maka akan dibacakan mantra untuk meminta bantuan kepada dhanyang desa, meminta srana dengan mengucap mantra sebanyak tiga kali yaitu :
“…….., genderuwa, olehne dhanyang ngela dasar ing bumi, bumi tuwa buyute dhanyang desa ….(sebut nama desa), dhanyang desa …..(sebuat desa tujuan)…, ingsung ewangana muji: apa sun puji?…. (niat)…, luputa lara, lupute panca bala, lupute bilahi kabeh, ingsunn urip, warasna sabab berkate kiyai dhanyang”
Mantra pengasihan dan pelet
Mantra ini dibaca ketika ada seseorang jatuh hati kepada lawan jenis dan dengan membaca mantra tertentu, maka diharapkan mendapat bantuan dari dhanyang desa, membakar kemenyan dan wangi wangian dan mengucap mantra.
“Sun awatek aji gana-sela pacek, ……….., tengah peripatku kumala, idepku mas sacengkang, alusku mas sagulung, lairku sikumbang, ali aliku si suta olehe demen marang aku, lali kembene lali tapihe, …. iyo aku si janka”
Sedang doa doa kadang ditujukan untuk melepaskan seseorang dari penyakit, yang disebabkan oleh beberapa sebab semisal sambangbanger, ajian jaian hitam, hantu hantu dan penyakit fisik juga termasuk.
Tatacara yang dilakukan biasanya dengan mengucapkan doa serta memperhatikan daerah yang sakit pada bagian tubuh seseorang, di Jawa sendiri doa dan penyembuhan penyakit diucapkan pada waktu waktu dan hari tertentu.
Penyakit dalam hitungan Jawa
Sabtu, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area kuping kanan, tumit serta tulang tulang dan sendi.
Kamis, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area kuping kiri, paha, kaki dan saluran urat urat nadi.
Selasa, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area dahi, hidung, batok kepala, alat kelamin dan urat urat.
Minggu, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan untuk mata kanan, jantung dan organ dalam titik kehidupan.
Jumat, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area dagu, serta area pipi, leher, pinggang dan susunan pembuluh darah.
Rabu, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area mulut, tangan, isi perut serta susunan syaraf syaraf tubuh.
Senin, pada hari ini biasanya dipakai untuk membaca doa pengobatan area dada, mata kiri, sistem pembuangan dan keringat, air liur, limpa dan sebagainya.
Pengobatan dilakukan dengan membakar dupa serta wewangian atau dengan bunga bunga, sembari membaca doa dengan hitungan ganjil, sedang pasien/orang sakit disembuhkan dan dibacakan mantra dengan kedua tanganya memegang buah pinang, sedangkan doanya yang diucap adalah:
“si ketek, dunungmu ana ing lo doyong”
Sesudah doa diucapkan dan ritual lain dilakukan maka buah pinang tersebut harus dibuang, dimaksudkan untuk memberi simbol serta pernyataan bahwa dengan membuang buah pinang tersebut adalah juga membuang penyakit.
Sedangkan untuk menyembuhkan penyakit tulang dan sendi maka doa doa dilakukan kepada sambangbanger, dan sesuai urutan hari hari tadi sembari membakar kemenyan dan membaca doa:

“banyu apa pangananmu?, banyu putih!, balike, tak jur dadi banyu adem, arep katiban idu putih!”
Sejarah Doa dan Mantra Mantra Orang Jawa
Doa berikut adalah doa yang ditujukan kepada Kanun untuk memohon perlindungan dari hantu dan roh roh jahat selama melakkan perjalanan dan situasi lainya:
Kanun adalah Kanun sosok memedi udara yang berwujud menakutkan sebagai raksasa melayang layang diudara dan setiap hari memakan memedi lain sejumlah 40, orang jaman dulu mempunyai kepercayaan bahkan kanun bisa memakan 44 memedi setiap harinya.
Meskipun kanun ini seram namun tidak mengganggu manusia dan lebih terasa membantu manusia itu sendiri saat jalan di jalanan sepi, angker maka orang orang akan memanggil nama kanun untuk menakut nakuti memedi lain.
“Wonten Kanun sanking wetan, tinulak bali mengetan, si Kanun pangananmu apa?”
“Jim, Prayangan, Priyangan, Gendruwa, lalabane sikang Kanun neda nginum nginum shrang sambangi kurang setan luwih Kanun”
Doa tersebut dibaca lengkap sesuai arah mata angin dan isi yang sama kecuali arah mata angin yang melengkapinya yaitu utara, timur, barat, selatan ditambah dengan atas dan bawah, itulah beberapa doa dan mantra kuno dalam mayarakat Jawa yang tentunya sekarang mungkin sudah jarang orang mengetahuinya.
Aji Aji mantra Jawa kuno
Dibeberapa daerah Jawa jaman dahulu kadang kadang orang tua menambahkan aji aji semacam aji wedi, aji kaget yaitu sebuah mantra yang dimaksudkan agar anak anak tidak mudah takut,dikaget kageti oleh setan, kunthianak, sawan sarab.
Ada juga yang meletakan kertas, bendera, payung kecil, dan lainya termasuk sapu lidi diujung kaki, sebagai senjata dan tolak roh jahat serta mahluk jahat lain, tombak sewu yaitu penancapan uborampe semacam lombok, dlingo, bangle dan penancapanya mungkin masih bisa ditemui pada jaman sekarang.
Salah atunya adalah dimana para pawang hujan menancapkan lombok, bawang merah dan uborampe lain yang disunduk dengan lidi dan ditancapkan ke tanah dengan pembacaan doa doa khusus.
Tombak sewu tadi ditujukan untuk mengusir roh jahat, gendruwo, tektekan dan khususnya untuk melindungi wanita/ibu dari hantu hantu tersebut serta meletakan pisau kecil yang bengkok, disamping wanita (hamil atau yang sakit karena gangguan roh jahat) selama 40 hari, jika tidak ada pisau maka diganti dengan pangat atau daun pandan duri.
Sekian artikel Mengenal Doa dan Mantra Orang Jawa, semoga memberi pengetahuan baru tentang betapa banyak sejarah nsuantara khususnya dalam ilmu supranatural.
*De Javansche Geestenwereld 1920. Dunia Mistik Orang Jawa.
Izin kan sya mnggunakan mentra ii ini ..sya mau bnyak mntra